Pages

Kue Kering Jaminan Mutu - Bonlie Cookies & Chocolate

Bonlie-Kue Kering
Salah satu jenis kudapan yang biasa kita makan adalah kue kering. Khususnya pada hari raya, kita sering menjumpai kue kering disajikan untuk menjamu tamu atau bahkan pada saat kita berkunjung ke rumah sanak kerabat. Beragam jenis dan bentuk kue kering yang disimpan didalam toples dan secangkir teh hangat, membuat suasana dengan keluarga semakin akrab.

Bagi sebagian orangtua, membuat kue kering bersama anak mereka untuk disajikan pada hari raya merupakan salah satu kegiatan bersama yang mengasyikan. Dimulai dari memilih resep kue kering, belanja bahan baku, mempersiapkan peralatan, menimbang bahan-bahan, membuat adonan dan mencetaknya, memanggang kue kering di dalam oven, sampai menyimpan kue kering yang telah matang ke dalam toples-toples. Sedangkan bagi anda yang sibuk bekerja atau kurang menyukai kegiatan memasak, membeli kue kering merupakan pilihan yang terbaik.

Di pasaran, banyak dijumpai variasi jenis kue kering yang tampilannya menarik namun dari segi rasa tidak kalah bersaing. Jenis kue kering yang biasa dikenal di masyarakat diantaranya adalah nastar, kaastengels (kue keju), putri salju, sagu keju dan lidah kucing. Selain itu, banyak pula variasi kue kering dengan campuran coklat, buah kering, kismis, selai, dan kacang-kacangan, yang dibuat oleh para produsen kue kering. Yang terpenting, anda tinggal menyiapkan budget yang akan anda keluarkan untuk membeli kue kering tersebut.

Di Indonesia, kue kering disantap untuk cemilan dan khususnya untuk memeriahkan acara-acara spesial serta hari raya. Kini hadir kue kering Bonlie yang menyajikan beragam jenis kue kering dengan menggunakan bahan-bahan yang berkualitas. Selain kue kering, Bonlie menghadirkan variasi coklat yang lezat. Berbagai pilihan rasa dengan campuran keju, coklat, kacang-kacangan atau buah-buahan kering, dapat anda nikmati bersama keluarga dan kerabat. Bonlie juga menyediakan kemasan-kemasan menarik untuk kering dan coklat sebagai hantaran maupun parcel.

Mau kue kering, coklat dan kemasannya? Ya, ke Bonlie aja…

HIV AIDS Tak Lagi Ada Pada Dirinya

Timothy Ray Brown diketahui positif HIV AIDS(human immunodeficiency virus) pada 1995. Kini, ia masuk jurnal ilmiah sebagai orang pertama yang berhasil ‘menghapus’ virus HIV dari tubuhnya secara sepenuhnya. Dokter menyebut kondisi ini ‘penyembuhan fungsional’.

Pada 2008, Brown tinggal di Berlin dan mengidap HIV dan leukemia. Di sana, ilmuwan melakukan cangkok tulang sumsum untuk mengobati leukemianya. Ilmuwan mengatakan, Brown mendapat sumsum dari donor yang termasuk dalam 1% Caucasia kebal HIV.

“Saya berhenti berobat HIV di hari saya mendapat transplan itu,” papar pria yang dijuluki ‘Pasien Berlin’ itu.

Pasien Berlin Meningkatkan Kemungkinan HIV AIDS Untuk Disembuhkan



Peneliti AIDS Dr Jay Levy dari University of California, San Fransisco (UCSF) mengatakan, kasus Brown membuka pintu ‘riset penyembuhan’.

Namun, dokter menekankan, prosedur radikal Brown mungkin tak cocok dengan penderita HIV AIDS lain karena sulitnya cangkok sumsum dan menemukan donor yang sesuai.

“Tentunya Anda tak mau melakukan cangkok ini karena risiko kematiannya,” ungkap Paul Volberding dari UCSF.

Banyak pertanyaan mengenai pengobatan Brown tak terjawab, lanjutnya. “Satu elemen pengobatannya nampaknya memungkinkan virus HIV AIDS keluar dari tubuhnya,” lanjutnya lagi.

Hal ini akan menjadi studi yang menarik, tutupnya.

Kiamat 4 Hari Lagi - 21 Mei 2011 ~ Itu Kata Camping Loh

TEMPO Interaktif, Prediksi kiamat melalui penghitungan matematis kembali mengemuka. Kalangan Kristen fundamentalis yang tergabung dalam sebuah jaringan radio di Amerika Serikat mengatakan kiamat lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya.


Harold Camping

"Kiamat Terjadi 4 Hari Lagi"



Penyiar Family Radio Worldwide yang bermarkas di California, Harold Camping, menghitung masa akhir dunia. Kesimpulannya, kiamat terjadi pada Sabtu 21 Mei 2011. "Akan terjadi gempa besar di Lautan Pasifik, mayat-mayat terlempar keluar dari kuburan," ujar Camping di laman radionya.

Peristiwa gempa besar ini akan diikuti dengan kekacauan global yang mengerikan. Manusia masih sanggup bertahan dalam suasana tak menentu tersebut hingga kehancuran total terjadi pada Jumat 21 Oktober 2011.

Camping tak hanya melakukan prediksi. Ia juga mengumpulkan dana untuk membiayai kampanye kiamat melalui baliho hingga iklan di media massa.

Ramalam Kiamat Berdasarkan Alkitab



Ramalan pria berusia 89 tahun ini berasal dari pertimbangan yang disebutkan dalam Alkitab. Disebutkan bahwa kiamat terjadi 7.000 tahun setelah banjir besar yang dialami Nuh. Kiamat juga terjadi pada hari Sabtu.

Survei yang dilakukan The Salt Lake Tribune atas ramalan ini memperlihatkan 67 persen penganut Kristen Evangelis mempercayai Camping. Sementara 30 persen lainnya menolak untuk percaya. Sisanya mengaku tidak tahu.

Ramalam Kiamat Camping di Tentang


Ramalan kiamat 21 Mei ini justru mendapat tentangan dari sebagian kalangan Kristen lain. Mengutip perkataan Yesus dalam Injil Matheus, kalangan penolak ramalan menyebutkan kiamat tidak bisa diprediksi waktunya.

Dalam survei yang sama, terlihat 68 persen penganut Kristen Protestan tak percaya kiamat terjadi pada 21 Mei sementara 30 persen lainnya mengaku percaya. Penganut Kristen Katolik juga senada, sebanyak 61 persen tidak percaya akan ramalan dan hanya 34 persen yang meyakini.

Camping juga memiliki reputasi buruk urusan meramalkan kiamat. Pria ini juga pernah meramalkan akhir dunia terjadi pada tahun 1994. Namun, tentu saja ramalan tersebut tidak terbukti.

Chinese Got Telent ~ Nenek Yang Lincah Menari Michael Jakson

Bai Shuying adalah seorang nenek berusia 65 tahun yang menggemari Michael Jackson. Bukan hanya senang mendengarkan lagu-lagunya, ia juga fasih menirukan gerakan tarian sang raja pop.

Kemahirannya menari ini ia tampilkan dalam audisi Chinese Got Talent. Seperti sudah bisa diduga, baik penonton maupun juri terkesima melihat penampilan si nenek lincah.

Lalu apakah nenek Bai Shuying lolos ke babak selanjutnya? Silakan tonton sendiri.



A Chinese 65 year old woman performed Michael Jackson's Dance

Thailand Got Talent - Penampilan Perdana Transgender Memukau Dewan Juri Dan Penonton

[Thailand Got Talent] - Tidak ada yang menyangka kalau sosok cantik nan anggun yang berdiri diatas panggung sebuah kontes mencari bakat di Thailand ini adalah seorang laki-laki. Para juri, host dan juga penggemarnya dibuat tidak percaya kalau ternyata ia adalah seorang penganut Transgender. Lihat!

Seorang pelaku Transgender di Thailand telah menggemparkan dunia dengan mengaku dirinya berhasil lolos audisi sebagai kontestan pada ajang pencarian bakat Thailand Got Talent.

Namun setelah menyita perhatian dengan penampilan memukaunya hadapan para penggemarnya, tiba-tiba si cantik yang biasa dipanggil Nantita itu mengeluarkan suara laki-lakinya, tak pelak host acara itupun tertawa terbahak-bahak mendengarnya.

Setelah puas menipu semua orang yang berpikir bahwa ia adalah benar-benar seorang gadis, ia kemudian beralih menjadi seorang pria.

Salah seorang juri Nirut Sirijanya mengakui ia juga sempat berpikir kalau Nantita adalah seorang Transeksual. `Awalnya akau yakin bahwa anda adalah seorang Transeksual`, katanya.

`Tapi ketika mulai bernyanyi aku merasa anda murni seorang perempuan, anda telah menipuku selama ini, tidak mungkin`, tambahnya tidak percaya.

Aktris Pornchita Na Songkhla juga menambahkan: `Dia cantik bukan? aku sangat tercengang?.`

Semua juri, termasuk produser TV Pinyo Rutham memilih Nantita, 27, lolos ke putaran berikutnya.



Thailand's Got Talent - Nantita Khumpiramon

Wkwkwwkwkw.. k0M151d3L4P4n@yahoo.com Capek Deh...

MELBOURNE, KOMPAS.com — Seorang pelajar/mahasiswa Indonesia, Teguh Iskanto, menulis kegiatan studi banding anggota Komisi VIII DPR di Australia. Didi Rul, jurnalis warga yang tinggal di Melbourne, melaporkannya di media sosial Kompasiana.

Berikut laporan selengkapnya....

Tulisan ini ditulis oleh rekan saya, Teguh Iskanto, ketika menghadiri dialog antara Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) dan Komisi VIII DPR RI di Ruang Bhinneka Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Melbourne pada 30 April 2011 pukul 20.00 waktu setempat.

Pembuka

Setelah bertahun-tahun menjadi WNI, akhirnya kesampaian juga saya mendapat kesempatan untuk dapat bertatap muka dan berdiskusi dengan para wakil rakyat. Terlebih, tidak terasa sudah 9 tahun 10 bulan saya meninggalkan Indonesia, dan mungkin kesempatan ini adalah satu-satunya kesempatan bagi saya untuk bisa bertemu dan bertatap muka langsung dengan para pejabat negara.

Setelah terburu-buru nyupir karena takut terlambat, akhirnya saya beserta istri sampai juga di KJRI sekitar pukul 18.15 AEST. Walhasil, sesampai di KJRI, terlihat jelas pihak konsulat sudah mempersiapkan acara dengan matang. Makanan, kursi-kursi tamu beserta meja panelis untuk pembicara, semua sudah disiapkan dengan rapi. Waktu sudah menunjukan pukul 18.19, tapi belum juga terlihat tanda-tanda kedatangan para tamu yang "terhormat", padahal di dalam undangan tertulis acara akan dimulai pukul 18.00.

Menunggu sang tamu datang

Sambil menunggu, akhirnya saya menggunakan waktu yang ada untuk shalat maghrib, bercengkerama dan beramah tamah dengan kawan-kawan. Di bagian depan terlihat banyak kamera dan video dari beberapa media komunitas Indonesia di Melbourne. Berikut ada juga perwakilan Radio ABC Australia yang datang untuk meliput. Sementara beberapa kawan dari PPIA sudah siap dengan siaran internet radio langsung yang disebarkan ke seluruh dunia via PPI Internasional, semua alat sudah diset dan disiapkan.

Seputar berita-berita negatif yang ada di internet tentang rencana studi banding anggota Dewan, saya sebelumnya juga sudah diingatkan oleh istri dan seorang kawan untuk tidak menghakimi para anggota Dewan. “Berikan mereka kesempatan untuk menjelaskan alasan mereka, dan jangan pojokan mereka, mungkin ada sesuatu yang kita tidak tahu,” begitu saran yang saya dapatkan dan saya pun setuju untuk menjadi lebih netral dan obyektif, lagi pula “who are we to judge people anyway…”.
13044058042022829676

Suasana di Konsulat Jenderal RI sesaat sebelum dialog dimulai. Courtesy of Dirgayuza Setiawan

Akhirnya sang tamu datang juga

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya sang tamu yang ditunggu-tunggu datang juga. Secara persis, saya tidak melihat jam, mungkin sekitar pukul 18.50-19.00. Hadirin tampak antusias dan tidak terasa suasana Ruang Bhinneka di KJRI Melbourne menjadi hidup karena semua orang mulai terlihat antusias. Beberapa anggota Dewan bahkan ada yang mulai memperkenalkan diri secara pribadi dan menyapa hadirin satu per satu. Beberapa juga ada yang beramah tamah dengan staf KJRI. Setelah beramah tamah 5-10 menit, staf KJRI mengumumkan untuk memulai acara dengan hidangan makan malam terlebih dahulu. Pada mulanya saya sempat berpikir, wah, ini sepertinya strategi dari KJRI untuk meredam pertanyaan dari hadirin, dengan membuat mereka kenyang dan mengantuk setelah makan… :) he-he-he.
13044035211110947843

Rombongan anggota Komisi VIII DPR RI di KBRI Canberra. Sumber: www.kemlu.go.id

Acara dimulai

Setelah menikmati santap malam, akhirnya acara dibuka oleh Acting Consul General, Bapak Hadisapto Pambrastoro, mewakili KJRI Melbourne. Bapak Hadi mencoba memaparkan komposisi masyarakat Indonesia di Melbourne, yang lebih dari 50% umumnya diisi oleh pelajar. Sebelumnya juga hadirin diingatkan bahwa acara tanya jawab hanya akan dibatasi sampai pukul 21.00 mengingat jadwal kesibukan anggota tim Komisi VIII keesokan harinya (which is private dinner bersama staf KJRI. Kayak gini dibilang sibuk?).

Sementara dari pihak Komisi VIII diwakili oleh juru bicaranya, Bapak Abdul Kadir Karding (PKB). Beliau memperkenalkan anggota tim studi banding satu per satu dengan komposisi 7 orang anggota duduk di meja panelis, yang terdiri dari perwakilan PDI-P (Ina Ammania), Golkar (Drs H Zulkarnaen Djabar), PKS (Ahmad Zainuddin, LC), PKB (H Abdul Kadir Karding, SPI - Ketua Rombongan dan Pembicara), Golkar (Dra Hj Chairun Nisa, MA), Hanura (Dra Hj Soemintarsih Muntoro, MSi), dan Demokrat (Dra Hj Ratu Siti Romlah, MAg). Jumlah total keseluruhan anggota Komisi VIII yang datang pada studi banding kali ini 11 orang.

Beliau juga mencoba memaparkan bidang kerja Komisi VIII yang umumnya berkonsentrasi di bidang:

* Keagamaan (mencakup di dalamnya: agama, pendidikan agama, masalah ahmadiyah, pluralisme, dan terorisme)


* Penanggulangan bencana


* Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak


* Kementerian sosial (di antaranya: masalah sosial, lansia, kemiskinan, orang cacat, dan anak jalanan)

Di salah satu kesempatan, beliau juga menjelaskan, tujuan kedatangan ke Australia adalah untuk belajar mengenai upaya penanggulangan kemiskinan, di antaranya menyusun konsep rancangan untuk:

* RUU Fakir Miskin


* RUU Kebebasan dan Perlindungan Beragama


* RUU ZIS (Zakat Infaq Shadaqah) - pengurangan pajak terhadap donasi/sumbangan


* RUU Jaminan Produk Halal


* RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender


* RUU Pendidikan yang Dikelola Masyarakat Swasta

Beliau juga menjelaskan mengapa Australia menjadi negara yang dituju:

* Lebih dekat dibanding negara-negara lain (sehingga bisa mengurangi biaya)


* Australia memiliki sistem jaminan sosial yang terstruktur dan mapan, kalau meminjam kata-kata Bpk Karding: “Sistem yang luar biasa”.


* Salah satu negara yang sukses menerapkan prinsip multikulturalisme sampai pada tingkat pendidikan anak-anak.
1304405968379346989

Ketua Rombongan Komisi VIII Bapak Abdul Kadir Karding memperkenalkan diri dan rombongan. Courtesy of: Dirgayuza Setiawan.

Sesi pertanyaan

Setelah mendengarkan paparan tadi, saya cukup mengakui bahwa Bapak Abdul Kadir Karding (PKB) memiliki kemampuan komunikasi yang hebat. Beliau mencoba "meredam" suasana hadirin yang ada di Ruang Bhinneka dengan ’lelucon-lelucon’ dan dengan paparan gaya bahasa yang lugas, tenang, dan terstruktur. Mungkin inilah sebabnya beliau terpilih menjadi ketua rombongan karena, dari apa yang saya lihat secara pribadi, beliaulah yang memiliki kemampuan public speaking yang paling mencolok dibandingkan anggota-anggota yang lain. Karena kalau dilihat, ada beberapa anggota yang hanya duduk di kursi panelis tanpa ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut mereka (selain memperkenalkan diri), ada yang hanya mencatat, dan ada pula yang hanya sesekali berkomentar. Kalau dilihat memang "all in all", sepertinya memang sudah menjadi tugas Bapak Karding untuk "menjinakkan" hadirin. :)

Pada saat sesi tanya jawab dimulai, ada 3 penanya pertama (dari beberapa yang berusaha secara antusias):

1. Bagus Nugroho (Mahasiswa Program S-3 Bidang Aeronautics Melbourne University & Nano Tech dari Oxford University)

Mengenai dana yang dikeluarkan untuk 11 anggota Komisi VIII yang pergi studi banding ke Australia, menurut perhitungan Bagus, jumlah dana yang dikeluarkan adalah sekitar Rp 811 juta selama 6 hari atau sekitar US$ 5.000 per orang per minggu. Pertanyaannya adalah mengapa sebesar itu? Bukankah itu dana yang sangat besar untuk dikeluarkan mengingat tingkat efektivitas yang rendah dari hasil studi banding?

2. Dirgayuza Setiawan (Wakil Ketua PPIA - Mahasiswa Jurusan Media)

Yuza mencoba menyangkal argumen Bapak Karding yang mempertanyakan mengapa surat terbuka PPIA dikirimkan terlebih dahulu ke media dibanding langsung ke beliau. Menurut Yuza, karena semua channel yang ada telah dicoba, berikut mengakses website pribadi Bapak Karding yang ternyata berstatus "suspended". Dari website DPR RI pun tidak ada keterangan nomor kontak dan alamat e-mail yang bisa dihubungi. Karena itu, Yuza menghubungi media untuk meminta informasi.

Seperti telah diketahui sebelumnya dalam wawancara radio Australia di Canberra, Bapak Karding mengatakan bahwa alasan anggota Komisi VIII tidak mengunjungi daerah Northern Territory (NT) adalah karena beliau menangkap adanya “sinyal-sinyal” keengganan dari Pemerintah Australia untuk membolehkan mereka pergi ke NT. Karena, menurut beliau, issue penduduk miskin Aborigin di Australia adalah issue yang sensitif, apalagi untuk kunjungan parlemen asing. Pada saat yang sama, Yuza mengatakan, hal yang sama tidak terjadi terhadap beberapa mahasiswa Indonesia yang mengadakan penelitian di NT untuk menyurvei penduduk miskin, Pemerintah Australia justru membantu dengan sepenuh hati. Hal yang menjadi pertanyaan Yuza adalah “sinyal-sinyal” seperti apakah dan bagaimana cara menginterpretasikan sinyal yang ditangkap Bapak Karding sehingga jatuh pada kesimpulan bahwa Pemerintah Australia enggan mengizinkan anggota Komisi VIII DPR RI pergi ke NT? Terlebih, daerah NT adalah daerah dengan konsentrasi penduduk miskin terbanyak di Australia.

Pertanyaan yang lain adalah mengapa kunjungan yang dilakukan hanya mampu menghubungi pejabat-pejabat setingkat negara bagian, tapi tidak sampai pada tingkat pemerintah federal? DPR cenderung dianggap tidak siap dalam menyiapkan bahan-bahan dan memilih narasumber (kurangnya koordinasi dan tidak tepat sasaran) dan kalaupun ini memang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari, kenapa ada visa salah satu anggota tim Komisi VIII yang ditolak oleh Pemerintah Australia?

3. Usep Abdul Matin (Mahasiswa S-3 Bidang Sosiologi Monash University)

Beliau menanyakan tentang kerukunan hidup beragama, terutama masalah perlakuan pemerintah terhadap pengikut Syiah di Indonesia.

Sesi Komisi VIII menjawab (hadirin mulai gelisah/gusar):

Lagi-lagi saya harus akui kelihaian Bapak Abdul Kadir Karding untuk urusan "skill" public speaking. Sepertinya beliau menguasai betul medan dan trik untuk mengulur-ulur waktu, salah satunya adalah dengan melambatkan tempo bicara dan berbicara hal-hal yang di luar konteks pembicaraan. Hal ini menyebabkan waktu yang tersisa tinggal sedikit. Beberapa kali Dirgayuza (Wakil Ketua PPIA) menginterupsi anggota Komisi VIII untuk straight to the point pada pertanyaan yang ditanyakan.

Salah seorang anggota Komisi VIII dalam menjawab/menanggapi pertanyaan dari Bagus Nugroho bahkan membandingkan, anggaran yang diterima oleh Komisi VIII dalam studi banding kali ini masih lebih kecil jika dibandingkan dengan salah satu staf kementerian Australia yang katanya bisa menerima 3 kali lipat dari apa yang diterima oleh Komisi VIII. Hello!!! Australia itu kan pendapatan per kapitanya lebih besar dari Indonesia, Kira-kira sekitar US$ 55.590 per tahun. Indonesia sekitar US$ 3.015 per tahun (sumber Wikipedia). Apa mereka itu nggak mikir ya sebelum menjawab???

Beberapa anggota Dewan yang diberi kesempatan untuk menjawab memulai dengan meminta kepada kawan-kawan PPIA agar tidak terkesan menghakimi/mengadili mereka dalam dialog kali ini. Bahkan, ada yang mengalami suasana “kebatinan” (mungkin maksudnya feeling so emotional) ketika mengunjungi Australia kali ini seraya bercerita tentang beberapa anaknya yang dulu pernah bersekolah di Melbourne, Australia, dan suaminya yang pernah menjadi ketua perhimpunan pelajar pada saat itu. Secara pribadi, menurut saya, jawaban-jawaban yang diberikan lebih bersifat normatif dan tidak pada inti permasalahan dan cenderung berputar-putar. Apakah ini suatu kesengajaan untuk mengulur waktu? Wallahualam… hanya Tuhan yang tahu.…

Karena jawaban tidak dirasakan mengena dan berputar-putar untuk hal-hal yang tidak penting, sementara waktu semakin sempit, banyak hadirin yang mulai melakukan interupsi sehingga suasana Ruang Bhinneka menjadi gaduh. Tidak hanya itu, beberapa kali sudah mulai terdengar suara cemoohan dan kata-kata “huuuu…kecewaaaaa!!!” dari hadirin.

Ketika mendekati pukul 21.00, pihak KJRI berusaha menutup sesi tanya jawab, dengan alasan kesibukan anggota Dewan pada keesokan harinya: which is Sunday of course. :) Bukankah adalah hak kita sebagai rakyat untuk meminta/menanyakan hal-hal yang dirasa perlu ke wakil rakyat kita di parlemen? Pada saat itu, suasana semakin riuh dan sudah ada hadirin yang berteriak-teriak langsung bertanya… tanpa moderator… :) terus terang suasana sudah sedikit agak kacau pada waktu itu. Bahkan, ada beberapa yang langsung meninggalkan ruangan dan langsung pulang.


1304406245706311786

Salah satu anggota Komisi VIII DPR RI mencoba untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan mahasiswa Indonesia di Melbourne. Courtesy of: Dirgayuza Setiawan.



Here comes the bomb shell…

Salah satu kawan saya (pas saat sesi kacau) sempat berteriak, “Kenapa nggak pakai teleconference aja sih Pak?” Pada saat itu, Bapak Karding menjawab, “Wah, itu kan teknisnya terlalu rumit…." Sontak mendengar jawaban tadi, hadirin yang umumnya mahasiswa langsung tertawa… lalu ada lagi yang nyeletuk, “Pak, mau dibikinin account Skype sama saya nggak?”

Trus, ada beberapa anggota Komisi VIII yang mengatakan, karena keterbatasan waktu, kawan-kawan bisa menghubungi kami lewat e-mail. Tapi, ketika serentak kami menanyakan apa alamat e-mail beliau, yang keluar adalah… xxxx@yahoo.com :) .

Beberapa hadirin, termasuk saya, tampak kesal dengan jawaban tersebut, kemudian hadirin menanyakan, “Kami ingin alamat resmi Bapak!” Dan dibalas dengan, “Nanti… nanti akan diberikan….” Pada saat itu penyiar radio PPI Internasional menginterupsi, “Tolong disebutkan saja Pak di sini, jadi semua orang bisa dengar….” Bahkan dengan tantangan itu pun sepertinya mereka, bapak-bapak/ibu-ibu anggota Komisi VIII itu, tidak tahu… apa alamat e-mail resmi mereka… Saya lihat ada 1 orang staf ahli yang mendampingi Komisi VIII sibuk bolak-balik mencoba membagikan kartu nama (yang itu pun dalam kartu nama tersebut tercantum alamat e-mail Gmail dan Yahoo ) …???

Karena suasana panik dan makin riuh, salah seorang ibu (staf anggota Komisi VIII) berteriak, ” KALAU ADA YANG PERLU DITANYAKAN… SILAKAN SAJA KIRIM KE ALAMAT E-MAIL: KOMISI DELAPAN AT YAHOO DOT COM.. !!!!” Pada saat itu, tawa hadirin langsung pecah.... Saya sendiri geleng-geleng kepala dan sudah tidak tahu mau bicara apa lagi…. (selengkapnya lihat saja di sini:



Ada teman yang bilang: Wah, kalo gitu mah gak usah jadi anggota DPR, anak saya yang masih kecil juga udah bisa bikin e-mail Yahoo sendiri… :)

BTW, setelah acara selesai, salah seorang kawan mencoba mengirim test mail (via BB) ke:

- komisiviii@yahoo.com

- komisi8@yahoo.com

- komisidelapan@yahoo.com

- komisiviii@yahoo.co.id

- komisi8@yahoo.co.id

- komisidelapan@yahoo.co.id

and guess what, none of them is working…!!! Semua e-mail test bouncing back ke sender alias alamat yang diberikan tidak ada…!!!!

Lagi-lagi karena tidak puas, saya beserta istri dan kawan-kawan mendekati ibu salah satu staf ahli pendamping anggota Komisi VIII dalam kunjungan kerja ini, sambil menanyakan alamat resmi, saat itu beliau bilang, “Lihat aja di website DPR, nanti kan ada daftar masing-masing kKomisi, nanti dari situ ada alamat imelnya."

Lagi-lagi kita cek via HP, dan …ternyata tidak ada (kalau tidak percaya, silakan cek sendiri ke www.dpr.go.id). Kalau begini, mana yang benar? Kalau yang bekerja di DPR saja tidak tahu alamat kontak resmi yang bisa dihubungi, bagaimana dengan orang lain?? Dan jangan salah bahwa 1 staf DPR memiliki 7 asisten (staf ahli), *Unfortunately* sepertinya tidak satu pun dari ke-7 asisten beserta anggota DPR itu sendiri tahu alamat kontak resmi mereka ??? Kalau untuk hal yang sangat mendasar saja mereka tidak kompeten, bagaimana mereka akan membela kepentingan rakyat yang akan mereka wakili???

Bagaimana tidak, DPR RI, parlemen dari negara dengan jumlah penduduk ke-4 terbesar di dunia, parlemen dari negara anggota G-20 (negara dengan salah satu kekuatan ekonomi dan pangsa pasar terbesar di dunia) serta mempunyai anggaran bertriliun-triliun rupiah untuk gedung baru, lengkap dengan fasilitas dan tunjangan lainnya… masih memakai alamat e-mail gratis untuk kontak terhadap rakyat yang diwakilinya…??

Tidakkah mereka berpikir bahwa parlemen kita akan menjadi bahan olok-olok parlemen Australia begitu melihat kartu nama dengan alamat e-mail dari Yahoo/Gmail???

Ketika ditanya alamat kontak mereka, umumnya mereka kebingungan menjawabnya, yang menurut saya sangat-sangat aneh, bukan?? Bagaimana mereka mau mendengar aspirasi rakyat yang mereka wakili jika alamat kontak untuk dihubungi pun mereka kebingungan menjawabnya??

Setelah acara diskusi selesai, beberapa dari kami yang tidak puas langsung menyerbu dan bertanya langsung ke anggota Komisi VIII. Ada dari beberapa di antara mereka tidak membawa kartu nama!!! Bagaimana mereka ingin memperkenalkan diri di hadapan anggota parlemen Australia jika kartu nama saja mereka tidak bawa, dan kalaupun ada, mereka mencantumkan alamat e-mail gratis (Yahoo/Gmail) sebagai alamat kontak mereka !!!

Pada saat saya mencoba bertanya kepada Bapak Karding tentang kunjungan studi banding, saya tanyakan, “Pak, bukankah menjadi paradoks bagi DPR bahwa kunjungan studi banding dalam rangka mengentaskan kemiskinan, tapi di saat yang sama DPR menghambur-hamburkan uang rakyat yang akan dientaskan kemiskinannya???”

Ironis sekali memang ternyata, dan syukur…kalau bukan karena kesempatan ini, saya mungkin hanya bisa mendengar dari media massa tentang perilaku anggota DPR, tapi untuk saat ini saya bisa melihat, mendengar, dan mengalaminya sendiri di depan mata.

Saat itu kami sempat bingung dan bertanya kepada salah satu staf senior KJRI, ”Pak, apa memang sudah separah inikah keadaan institusi di negara kita?” Beliau menjawab (dan mencoba berdiplomasi), “Maaf Dik, saya sendiri belum berkecimpung di dunia politik, mengenai komentar, saya pikir, Adik bisa lihat sendiri apa yang terjadi tadi.” (kayaknya beliau juga shock)

Penutup

By the way, beberapa kawan sebelum pulang, kita sempat bercanda, “Kayaknya abis malem ini kita bakal susah tidur nih….” Dan banyak yang geleng-geleng kepala sampai keluar pintu KJRI, sepertinya kita masih belum percaya dengan apa yang kita lihat.

Entah mau dibawa ke mana negara ini jika para pemegang amanahnya saja tidak kompeten di bidangnya.

Dan, memang ternyata benar, sampai sekarang, pukul 6.30 pagi, pun saya belum bisa tidur… :) Bahkan hingga keesokan harinya, seorang kawan berkelakar di milis, “Mungkin coba aja imel ini: k0M151d3L4P4n@yahoo.com, kali aja mereka ber-alay ria…he-he-he….”

Laporan oleh: Teguh Iskanto

Diedit oleh: Didi Rul

http://nasional.kompas.com/read/2011/05/04/1721573/Inilah.Studi.Banding.DPR.di.Australia

 
Copyright (c) 2010 Aiditya Ananda and Powered by Blogger.