Pages

Berani itu Hidup Dengan Segala Keterbatasan!!!

*Pemberani itu bukanlah yang berani mati melainkan yang berani hidup dengan
segala keterbatasan yang ia miliki*


Hari ini saya miris mendengar berita seorang pelajar ditemukan meninggal mengakhiri hidupnya setelah gagal lulus UAN. Sungguh menyedihkan akhir hidup pemuda ini. Begitu rapuh motivasi hidupnya. Tampaknya tugas Para Motivator sekarang ini semakin menantang saja.

Di sisi lain ibukota, sekelompok supporter bola berkelahi lantaran tidak terima timnya dikatakan "cemen". Dengan gagah berani,kelompok itu maju berkelahi tidak memperdulikan kematian sangat dekat diri mereka. Mereka menyatakan bahwa mereka adalah pemberani karena mereka tak takut mati.

Fenomena Berani Mati saat ini disalahkaprahkan sebagai sensasi seorang Pemberani. Namun apakah benar Pemberani itu adalah yang berani mati?

Justru bukan.

Bahkan seorang Pahlawan sekalipun mereka berperang bukan sekedar mencari kematian semata. Melainkan Kesyahidan dimana dalam kesyahidan merekapun mencari kehidupan. Bahkan kehidupan setelah kematian yang mereka percayai. Bahwa mati di medan perang mendapatkan ganjaran sebuah kehidupan abadi nantinya di surga

*"Bukanlah Sang Pemberani yang berani MATI, justru Pemberani adalah mereka Yang Berani HIDUP dengan segala keterbatasan yang mereka miliki."* Demikian
guru saya pernah memberi nasehat sederhana.

Banyak orang yang gagal kemudian dengan cepat memutuskan bunuh diri. Karena mereka merasa bahwa hidup mereka telah terbatas, Mereka seolah tak memiliki harapan kehidupan. Padahal seandainya mereka mengetahui Harapan itu masih ada.Dan selalu ada

Saya teringat dengan sebuah kisah di buku "How to stop worrying and start Living" karya Dale Carnegie. Di buku itu dikisahkan tentang Earl P Haney yang memilih untuk tetap hidup walaupun dokter telah mencap hidupnya takkan lama lagi.

Di tahun 1920-an, saya sedih ketika usus saya dimakan borok. Pada suatu malam saya mengalami pendarahan hebat. Saya segera diangkut ke rumah sakit yang bekerjasama dengan Sekolah kedokteran Northwestern University di Chicago, Berat badan saya turun dari 175 pon menjadi 90pon saja. Sakit saya parah sekali sampai mengangkat tangan pun tidak diperkenankan. Saya dirawat oleh ketiga dokter kenamaan dan ketiganya mengatakan bahwa saya sudah tidak punya harapan. Hidup saya hanya dari tepung alkalin dan satu sendok makan susu dicampur krim yang saya minum tiap satu jam. Dan tiap pagi dan malam ada perawat yang memasukkan selang ke perut saya untuk memompa isinya keluar.

"Hal itu berlangsung lama hingga berbulan-bulan sampai saya memutuskan bahwa saya menerima keadaan ini. Dan saya berkata kepada diri saya sendiri,"Ketika maut sudah tidak dapat dielakkan maka lebih baik saya manfaatkan waktu yang sisa sedikit. Sewaktu muda saya pernah bermimpi untuk mengarungisamudra dan keliling dunia"

"Ketika saya menyampaikan maksud saya keliling dunia dan memompakan sendiri isi perut dua kali sehari,para dokter terkejut bukan main. Mereka mengatakan hal itu tidak mungkin dilakukan. Karena saya pasti akan mati di tenga lautan. Saya mengatakan kepada para dokter bahwa jika saya mati saya mau dikubur di makam keluarga Nebraska"

"Akhirnya saya menyiapkan peti mayat dan membawanya ke kapal. Saya menceritakan kepada kapten kapal,kalaupun saya meninggal tolong masukkan saya ke dalam peti dan masukkan ke lemari pendingindan disimpan sampai kapal pulang kembali."

"Pada saat saya naik kapal api dari President Adams di Los Angeles dan menuju ke Timur saya merasa lebih sehat. Perlahan saya meninggalkan makan tepung alkalin dan tidak lagi memompa makanan saya. Saya bahkan sudah mulai makan adonan,dan beberapa minggu kemudian malahan saya sudah bisa menggunakan cerutu yang saya tahu itu bisa membunuh diri saya. Saya menikmati kebahagiaan melebihi tahun-tahun sebelumnya"

"Saya bermain di atas geladak bernyanyi. Mengarungi cina dan india , saya jadi memahami kesejahteraan di negara saya bagaikan firdaus. kemudian saya buang rasa sedih dan akhirnya saya merasa lebih enak. Kembali ke Amerika berat badan saya bertambah sembilan puluh pon dan saya hampir lupa bahwa saya pernah memiliki borok usus yang merenggut nyawa saya.Hidup saya lebih berharga."*

Earl P Haney telah membuktikan kepada kita semua bahwa ketika dia berani untuk hidup dan tidak berpasrah kepada kematian maka dia bisa menikmati hidup yang ia miliki. Dia patut dianggap Pemberani karena dia berani hidup dalam kehidupannya dengan segala keterbatasan yang ia miliki.

Begitu pula dengan kita, sahabat mulia. Kita akan dikatakan pemberani ketika kita tetap tegar menikmati hidup ini. Mungkin hidup tak selamanya indah, namun dengan keberanian kita bisa merasakan indahnya hidup walau ditengah ujian yang melanda.
 
Copyright (c) 2010 Aiditya Ananda and Powered by Blogger.